Pengendalian Emosi menjadikan kita Pribadi yang Berkualitas



http://markasmuslim14.blogspot.co.id/



     Para pembaca dimana pun anda berada, apa kabar hari ini? Mudah-mudahan kita semua dalam keadaan sehat dan diberi kemudahan dalam menjalani segala aktivitas hari ini. Pada kesempatan ini topik pembahasan yang akan diangkat adalah “Kita dan emosi”. Di dalam menjalani kehidupan kita senantiasa dihadapkan dengan hal-hal yang melibatkan emosi, baik itu senang, sedih, marah, takut dan sebagainya yang terkadang sangat berdampak bagi kondisi psikis kita. Emosi pada seseorang kadang tak menentu dan bisa berubah dengan cepat, apalagi emosi pada remaja yang perubahan emosinya cenderung sangat dinamis dan tidak stabil karena jiwanya dipenuhi ketidakpastian, kadang senang tapi tiba-tiba sedih, kadang tertawa tapi tiba-tiba marah dan lain sebagainya.

    Pada kesempatan ini kita akan mengungkap bagaimana sebenarnya mengenali emosi, mengelola emosi, dan memahami emosi orang lain, sehingga kita akan memiliki kecerdasan emosi serta mengetahui cara mengembangkan kecerdasan emosi tersebut. Siapun pasti pernah marah, karena marah itu pada dasarnya sangat mudah. Akan tetapi memarahi orang yang tepat pada waktu yang pas, dengan kadar yang sesuai, untuk tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik bukanlah hal yang mudah.

     Marah adalah salah satu jenis pengekspresian emosi manusia. Jenis-jenis emosi sendiri bisa kita rasakan bersamaan karena memang begitulah kodratnya. Satu jenis emosi seperti marah dapat bercampur dengan emosi yang lain, misalnya takut. Emosi juga dapat berubah dengan cepat kadang senang tiba-tiba sedih, kadang tertawa tiba-tiba marah dan terkadang good mod tiba-tiba jadi bad mod.

     Akan tetapi sebenarnya kita cukup beruntung karena dibalik emosi tersimpan sebuah potensi kecerdasan. Kecerdasan emosi (emotional quotient, emotional intelegence) marak dibicarakan semenjak pertengahan dawarsa 90-an. Daniel Goleman , seorang pakar asal AS adalah orang yang mengenalkan gagasan ini kepada dunia. Goleman menjelaskan, kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi, baik saat menghadapi diri sendiri maupun tatkala berinteraksi dengan orang lain.

A. Mengenali Emosi
     Emosi adalah sesuatu yang bersemayam di dalam diri kita. Mengenali kondisi diri kita saat emosi kita muncul adalah dasar kecerdasan emosional. Pengenalan itu berpengaruh terhadap tanggapan atas emosi tersebut. Dengan demikian tanggapan yang berupa perbuatan, ucapan, atau bahasa tubuh pun menjadi terkendali.

    Goleman menyebut hal ini sebagai kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaannya dan menggunakannya sebagai bahan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri. Kesadaran diri juga membuat orang itu memiliki tolak ukur yang sesuai dengan kemampuan kita, alias tidak berlebih-lebihan dalam mengukur diri.

    Rasa takut pada dasarnya adalah hal yang manusiawi. Persoalannya tidak semua orang mampu menyadari bahwa dirinya merasa takut. Bahkan tidak jarang mereka depresi akibat ketidaktahuan itu. Perasaan-perasaan seperti itu bisa bersifat negatif, seperti sedih, marah, terganggu, takut dan malu, maupun bersifat positif seperti nikmat dan cinta.

    Ketidaktahuan ini bisa membawa pelakunya kepada sikap berlebih-lebihan. Sedih berlebihan, malu berlebihan, ataupun cinta berlebihan. Namanya saja berlebihan, pasti akhirnya tidak akan mendatangkan kebaikan.

B. Mengelola Emosi
     Kalau sudah begitu keadaannya, bisa berbahaya. Maka Goleman menyarankan perlunya pengaturan diri. Kita perlu berusaha untuk menangani emosi diri kita sedemikian rupa sehingga berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas dan kegiatan kita. Marah memang boleh, akan tetapi kita harus mengolah amarah itu supaya tidak membawa kepada kenegatifan, melainkan mengantarkan kepada spirit untuk selalu bekerja keras.

      Emosi yang tertangani juga akan membuahkan kepekaan atas kata hati. Kita pun mampu dengan mudah membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jika kita sudah bisa memilah keduanya, maka kita akan memiliki kesanggupan untuk menunda kenikmatan sebelum tercapainya sasaran. Sebab kita yakin bahwa penundaan itu akan berujung pada kebaikan. Selain itu, emosi yang tertangani akan mamulihkan kita dari tekanan emosi.

C. Memahami Emosi Orang Lain
      Pada suatu hari Hasan bin Ali dan Husain bin Ali kakak beradik yang merupakan cucu kesanyangan Rasulullah saw. melihat seorang lelaki tua sedang berwudu, dari pelajaran yang mereka dapatkan, wudu kakek itu belum sempurna. Mereka ingin memberitahu caranya berwudu yang benar, meskipun mereka tahu usia mereka jauh lebih muda dibandingkan sang kakek. Setelah sempat ragu-ragu sejenak Hasan mendapat ide yang sekiranya tidak akan membuat sang kakek merasa tersinggung.

      Hasan mengajak saudaranya itu menemui lelaki tua itu, Hasan berkata “wahai tuan, saudaraku ini mengatakan bahwa cara berwudunya lebih baik dariku, padahal aku telah mengatakan bahwa aku berwudu sesuai dengan tuntunan Rasulullah oleh karena itu kami mohon tuan melihat cara berwudu kami dan menilai siapa diantara kami yang cara berwudunya lebih baik”. Hasan pun berwudu dan disusul oleh Husein.

     Melihat cara berwudu keduanya yang begitu sempurna, sang kakek dengan bijaksana langsung memaklumi maksud keduanya. Ia tidak lantas naik pitan atau semacamnya dan dengan rendah hati dia mengakui kesalahannya. “Demi Allah aku tidak sepandai kalian dalam berwudu”.

     Kalau ahli agama menyebut tindakan Hasan dan Husein itu sebagai ibadah, maka ahli psikolog menilai perbuatan mereka adalah empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan perasaa orang lain.

      Jika Hasan dan Husein yang masih muda pada saat itu mampu berempati, semestinya kita juga bisa. Prinsipnya kita bersedia memprektekkan empati secara langsung dan terus-menerus. Kapan dan di mana? Saat ini juga. Sebab bangsa kita kian lama kian membutuhkan empati dari rakyatnya. Kita bisa memulainya dengan membina hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar kita. Ibarat kata, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi komplit.

Baca Juga:

D. Kecerdasan Emosi
      Untuk bisa memiliki kecaerdasan emosi salah satunya kita harus mempunyai kemampuan khas yang tidak dimiliki orang lain. Kemampuan khas merupakan kemampuan yang diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang istimewa.

     Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosi (emotional intelegence, emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya sendiri maupun perasaan orang lain, sekaligus kemampuannya memotivasi diri sendiri dan juga kemampuan untuk mengelola emosi dalam dirinya sendiri dan dalam membina hubungan dengan orang lain.

E. Pengembangan Kecerdaasan Emosi
a. Membuka Hati
    Hati menyimbolkan pusat emosi oleh karena itu kita perlu membuka hati. Pusat perasaan ini perlu dibebaskan dari rangsang (impuls) dan pengaruh yang membatasi kita untuk menunjukkan rasa cinta kepada sesame manusia. Sikap malu-malu atau sok gengsi hanya akan membelenggu kita. Hubungan kita dengan orang lain juga akan terhambat, baik dengan keluarga, teman, kekasih (yang halal) atau yang lain.

b. Menjelajahi Lautan Emosi
     Keterbukaan hati membantu kita mengetahui peran emosi dalam kehidupan. Setelah kita mengetahuinya, kita dapat melatih emosi untuk menggapai kecerdasan emosi. Berikut adalah tujuan dari latihan dalam rangka menggapai kecerdasan emosi.

1) Mengetahui Keadaan Perasaan Kita, Kekuatannya (Intensitas), Dan Alasan Timbulnya Perasaan Itu
     Jika seorang mahasiswa merasakan kemalasan ketika hendak pergi ke kampus misalnya. Dengan kecerdasan emosi, dia bisa mengukur seberapa besar tingkat kemalasannya (agak malas/cukup malas/sangat malas) dan mencari tahu penyebabnya (pengaruh orang-orang disekitar/mata kuliah/ ketiadaan tujuan hidup di dalam diri)

2) Memahami Alur Dan Hambatan Emosi Kita
    Masih soal mahasiswa di atas, Kecerdasan emosi akan membantu dia untuk mengetahui dan memahami sumber, proses, dan hasil dari rasa malas itu. Dengan begitu dia bisa mencari celah yang memungkinkan untuk bisa lepas dari kemalasannya seperti bangun pagi, membeli jam alarm, dan menetapkan tujuan hidup.

3) Memahami emosi orang lain, mengetahui proses dalam diri kita yang dapat mempengaruhi emosi mereka
     Kecerdasan emosi dapat membantu kita untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi disekitar dengan catatan kita mampu memahami emosi orang lain sehingga kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya dia inginkan.

c. Bertanggung Jawab
     Langkah ketiga ini penting ketika hubungan kita dengan orang lain mengalami masalah dan membutuhkan perbaikan. Dalam hal ini, sekedar membukan hati dan menjelajahi lautan emosi tidak cukup. Semua pihak yang bertanggung jawab dalam hubungan itu khusunya kita harus ikut bertanggun jawab. Mulai dari memetakan dan memahami permasalahan, mengakui kesalahan masing-masing, melakukan perbaikan dan mencari cara untuk memperbaiki hubungan. Jika ada salah satu pihak yang bersikukuh dengan sikapnya, maka pihak yang lain perlu mengambil alih tanggung jawab dan mendekati pihak yang bersikukuh. Hal ini dilakukan agat kembali terciptanya hubungan yang harmonis di antara keduanya.

     Inilah beberapa penjelasan mengenai “kita” dan “emosi” yang kita miliki dimana ketika emosi dapat dikendalikan dengan baik maka akan mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri maupun orang yang ada disekitar kita. Oleh karena itu pengendalian emosi sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Baik para pembaca yang budiman cukup sekian pembahasan kami mengenai “Kita dan Emosi” mudah-mudahan bisa diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari agar kita menjadi pribadi yang berkualitas.



 


Previous
Next Post »
Thanks for your comment