Rasulullah saw Selalu Berlapang Dada dan Tidak Suka Membalas Dendam



http://markasmuslim14.blogspot.co.id/
Dalam mengarungi dakwah, tidak jarang Rasulullah saw menghadapi penolakan-penolakan yang sangat kasar. Meski demikian, beliau saw tetap teguh menjadi insan pemaaf, mengabaikan tanggapan negatif tersebut. Hari-hari yang datang silih berganti benar-benar beliau dedikasikan untuk sepenuhnya menciptakan kebaikan dan keselamatan bagi umat manusia. Tidak pernah terbesit pun pada benak beliau untuk melampiaskan emosi pribadi dengan balas dendam kepada kaum yang menantang. Beliau saw dititahkan untuk memilih jalan damai, memaafkan seseorang yang masih dalam kungkungan jahiliyah (ketidaktahuan). Harapan beliau saw, tiada lain supaya lahir manusia yang hanya berserah diri secara tulus kepada Ilah (sesembahan) yang haq.
Allah swt berfirman
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh (Qs al-A’raf [7]: 199).
Memaafkan tidaklah identik dengan kehinaan dan ketidakberdayaan. Bahkan sifat memaafkan merupakan cermin kebesaran jiwa dan kekuatan hati, serta lapang dada. Sebab, pada dasarnya ada kesanggupan untuk membalas. Sikap yang baik ini, akan menunjukkan rasa kebesaran jiwa, yaitu menumbuhkan ketenangan, kemuliaan dan keperkasaan jiwa yang tidak akan dijumpai tatkala melampiaskan api dendam.
Rasulullah saw bersabda
Dan tidaklah Allah menambah seorang hamba dengan kemudahan untuk memaafkan kecuali Allah akan memberinya izzah (kemuliaan) (HR. Muslim, no. 6535).
Dengan demikian, orang yang berakal seharusnya mengamalkan nasihat Ibnu Hibban rahimahullah dalam Raudhatul-‘Uqala’ (hal. 166): “(Betapa pentingnya) seseorang melatih diri untuk berlapang dada terhadap kesalahan manusia, tidak membalasnya dengan kejelekan. Karena tidak ada obat yang paling efektif yang dapat meredam kejahatan (orang lain) melebihi perbuatan baik kepadanya. Dan tidak ada faktor yang mampu menyalakan dan menyulut kejahatan, melebih apa yang dilakukan dengan kejahatan serupa”.
Dalam perjalanan sejarah Islam, ‘Aisyah ra pernah meriwayatkan sikap lapang dada yang sangat fantastis pada diri Rasulullah saw
‘Aisyah bertanya kepada Nabi saw: “Wahai, Rasulullah! Pernahkah engkau melewati hari yang lebih berat dari perang Uhud? Beliau menjawab: “Aku telah mengalami gangguan dari kaummu. Peristiwa yang paling berat yang kulalui adalah pada hari (‘Aqabah Thaif). Aku mendatangi Ibnu ‘Abdil-Yalil bin Abdi Kilal, namun ia tidak menyebutku. Aku bergegas pergi dalam keadaan sedih bukan kepalang. Aku baru menyadari ketika telah sampai di daerah Qarnuts-Tsa’alib. Aku angkat kepalaku, dan tiba-tiba terlihat awan yang menaungiku. Aku amati, dan mucullah Jibril seraya berseru, ‘Sesungguhnya Allah swt telah mendengar perkataan dan penolakan kaummu. Dia (Allah) telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk siap engkau perintah’. Malaikat penjaga gunung pun memanggil dan mengucapkan salam kepadaku, seraya berseru: “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar penolakan kaummu. Dan aku penjaga gunung mendapat titah untuk menerima perintahmu sesuai dengan kehandakmu. Jika engkau mau maka aku akan benturkan dua gunung ini di atas mereka”. (mendengar seruan Malaikat ini), beliau saw justru berkata:
Sesungguhnya aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang beribadah kepada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun (HR. Muslim, no. 4629).
Masya Allah betapa menakjubkan dan betapa indah perilaku Rasulullah saw, meskipun mendapat gangguan yang berat, beliau ternyata masih membukakan pintu maaf. Semoga shalawat dan salam-Nya senantiasa tercurahkan kepada beliau saw, keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment